I.
Tinjauan
Umum
Setelah jatuhnya Hosni Mubarak
pada Februari 2011, Mesir memiliki Presiden baru, Mohammed Morsi yang dipilih
melalui Pemilu tanggal 24 Juni 2012, sebagai presiden pertama Mesir yang
dipilih secara demokratis. Sebuah konstitusi baru yang disusun oleh dewan konstituante
yang didominasi oleh kelompok Islam dan disetujui secara tipis oleh para
pemilih pada pertengahan Desember 2012 telah secara dramatis membelah negeri
ini. Parlemen baru diharapkan akan dibentuk pada akhir 2013, pasca pemilu April
2013 untuk menggantikan lembaga yang didominasi kelompok Islam yang telah
dibubarkan oleh Mahkamah Agung pada Juni 2012. Rakyat Mesir saat ini tengah
menunggu selesainya transisi pemerintah yang demokratis, namun masih menghadapi
banyak tantangan.
Pertumbuhan PDB riil turun
menjadi 2.2% pada penutupan tahun fiskal Juni 2012, dari 5,1% pada 2009/2010,
sebelum revolusi. Berlanjutnya instabilitas politik telah melemahkan pemasukan
sektor pariwisata dan penanaman modal asing (PMA). Pertumbuhan ekonomi
diperkirakan akan masih melemah, sekitar 2% pada akhir Juni 2013. Sementara
itu, penundaan persetujuan pinjaman sebesar USD 4,8 milyar dari IMF yang
memerlukan persyaratan adanya peningkatan pajak dan reformasi subsidi serta
PNS, telah mendorong Mesir ke jurang krisis skala besar. Pada akhir Januari
2013, nilai kurs Pound Mesir (EGP) terdepresiasi 12,5% dari nilai awal semenjak
revolusi. Pasar memperkirkan bahwa nilai pound akan semakin terdepresiasi,
antara EGP 7,0 hingga EGP 7,5 per USD dan pasar gelap penukaran valuta semakin
berkembang. Pada Juni 2012, utang domestik Mesir dan defisit fiskal
masing-masing mencapai 80,3% dan 10,8%, mempersempit ruang gerak pergerakan
fiskal.
Kemiskinan tetap tinggi, sekitar
12,5% penduduk Mesir hidup dengan uang kurang dari USD 1,5/ hari pada
2010/2011. Tingkat buta huruf masih tinggi pada kisaran 27% dan terdapat jurang
perbedaan pendapatan yang lebar. Badan statistik Mesir melaporkan bahwa tingkat
pengangguran sebesar 12,5% pada triwulan III 2012, meskipun beberapa sumber
mengindikasikan bahwa tingkat pengangguran sesungguhnya diatas 18%. Lebih dari
3,3 juta penduduk Mesir menganggur, sementara tingkat pengangguran untuk usia
20-24 tahun sebesar 46,4%.
Pemerintah melakukan serangkaian
langkah untuk menghadapi masalah struktural dan kelembagaan yang melingkupi
Mesir. Pemerintah telah mengembangkan program di dalam negeri untuk mereformasi
sistem subsidi energy yang tidak efisien dan mempromosikan kebijakan untuk
memerangi korupsi, memajukan inklusivitas sosial dan meningkatkan kesempatan yang
sama. Meskipun demikian, keengganan pemerintah untuk menerima persyaratan IMF
sebelum pemilu April 2013 mencerminkan kesulitan untuk melaksanakan reformasi
yang sangat diperlukan namun tidak popular di tengah-tengah masyarakat yang
sangat terbelah.
Di tingkat sektoral, penyumbang
utama pertumbuhan PDB pada 2011/2012 adalah pertanian (pertumbuhan 2,9%, 14,8%
dari PDB), konstruksi (tumbuh 3,3%, 4,6% dari PDB), telekomunikasi (tumbuh
5,2%, 4,4% dari PDB) dan real estate
(tumbuh 3,2%, 2,9% dari PDB). Kebalikannya, kinerja yang buruk di sektor
manufaktur dan pariwisata, yang hanya tumbuh masing-masing 0,7% dan 2,3%,
melemahkan pertumbuhan PDB pada 2011/2012; dimana sebelum revolusi pada
2009/2010, sektor ini mencatat pertumbuhan masing-masing sebesar 5,1% dan 12%.
Pendapatan yang bersumber dari luar negeri mengalami
penurunan akibat perlemahan ekonomi Eropa, yang berdampak pada neraca
pembayaran Mesir. Ekspor barang, yang umumnya ke Eropa yang merupakan mitra
dagang utama Mesir, menurun sekitar 0,1% menjadi USD 27 milyar pada 2010/2011
dan 2011/2012, lebih dari 8% dibawah pencapaian pada 2007/2008. Pariwisata
terkena dampak paling hebat dari instabilitas politik, masalah keamanan dan
penyerangan di perbatasan di Sinai. Sebagai hasilnya, pendapatan dari pariwisata
menurun sebesar 11% menjadi USD 9,4 milyar (3,1% dari PDB) pada 2011/2012.
Pendapatan dari Terusan Suez tetap stabil pada kisaran USD 5 milyar (2,1% dari
PDB) pada 2010/2011 dan 2011/2012, yang merupakan perkembangan yang cukup
positif mengingat terdapatnya kecenderungan penurunan pendapatan dari terusan
pada empat tahun fiskal sebelumnya.
Aliran bersih PMA menurun dalam 4 tahun
berturut-turut, menjadi sekitar USD 2,1
milyar (0,8% dari PDB) pada 2010/2011 dan 2011/2012, turun dari masa puncak
sebesar USD 13,2 milyar (8% dari PDB) pada 2007/2008 sebelum krisis keuangan
global. Pada 2011/2012, transfer pribadi bersih (utamanya dari remitansi para
pekerja Mesir di luar negeri) berjumlah USD 18 milyar (7% dari PDB), naik 43%
dari tahun fiskal sebelumnya. Remitansi dari para pekerja Mesir di luar negeri
ini cenderung terus meningkat sejak 2007/2008. Total investasi (diluar
perubahan portofolio) mencapai USD 39 milyar (15,3% dari PDB) pada 2011/2012.
Minyak mentah dan gas alam menarik paling banyak investasi (diperkirakan
sebesar 25% dari seluruh nilai investasi), diikuti oleh transportasi dan
komunikasi (19%), perumahan dan real
estate (16,7%). Produk bahan bakar dan manufaktur menarik 8,7% dari
keseluruhan investasi, sementara sektor jasa kesehatan dan pendidikan hanya
menyumbang masing-masing 1,6% dan 2,4%.
Ekonomi menderita akibat ketidakpastian iklim karena krisis
politik yang semakin dalam dan adu kekuatan antara eksekutif dan yudikatif kian
memburuk. Peningkatan pajak dan langkah pengetatan yang krusial yang menjadi
persyaratan pinjaman IMF ditunda karena terjadinya protes politik akibat
keputusan Presiden Morsi untuk mempercepat implementasi konstitusi baru.
Meskipun penyesuaian tersebut dapat mengurangi tekanan domestik, namun
penundaan berarti bahwa Mesri akan berlanjut menjadi wilayah yang tidak menarik
untuk PMA. Apalagi ekonomi mengalami tekanan akibat tingginya tingkat suku
bunga obligasi pemerintah: tingkat suku bunga utang jangka pendek 3 bulan
pemerintah (T-bill) naik menjadi
rata-rata bulanan 13,1% pada Juni 2012, dari 11,5% pada tahun sebelumnya.
Tingkat suku bunga yang tinggi ini sebagian menjadi penyebab naiknya defisit
fiskal pada tingkat yang tak berkesinambungan. Lebih jauh lagi, krisis valuta
asing juga membayangi. Cadangan devisa bersih Mesir turun pada level kritis
yang hampir tidak dapat menutup impor untuk tiga bulan (akhir Januari 2013
sebesar USD 13,6 milyar). Pada bulan Januari 2013, Qatar membantu mendongkrak
EGP dengan meminjamkan dana sebesar USD 2,5 milyar sebagai tambahan paket
finansial yang berjumlah sama sebelumnya. Meskipun demikian, Bank Sentral Mesir
(CBE) kehilangan cadangan devisa sebesar USD 20 milyar pada tahun fiskal
2010/11 dan 2011/12 untuk membantu valuta setempat. CBE memiliki pilihan
terbatas saat berupaya untuk mengendalikan laju depresiasi EGP.
II.
Kebijakan
Moneter
Sejak 2004, Mesir menerapkan rezim nilai tukar mengambang
yang bertujuan untuk menjaga nilai tukar EGP 6/1 USD. Dengan terjadinya krisis
politik, kebijakan ini semakin sulit untuk dijaga karena dihadapkan pada
turunnya secara tajam pendapatan dalam valuta asing dan aliran modal masuk.
Sebagai akibatnya, pada Januari 2013, nilai tukar jatuh menjadi EGP 6,5 untuk
USD 1, dan cadangan devisa dalam valuta asing (yang digunakan CBE untuk
menyokong nilai tukar) turun pada akhir Januari 2012 menjadi USD 13,6 milyar
dari USD 26,6 milyar pada Juni 2011.
Tingkat inflasi y.o.y. (headline) yang diukur dengan
menggunakan indeks harga konsumen perkotaan melambat dari 11,8% pada Juni 2011
menjadi 4,66% pada Desember 2012 karena aktivitas ekonomi terus berkontraksi
akibat kekacauan politik. Inflasi inti (core)
juga turun dari 8,94% y.o.y. menjadi 4,44% untuk periode yang sama. Namun
demikian, bank sentral memprediksi adanya penyumbatan suplai makanan dan butane
serta gangguan terhadap jalur distribusi produk makanan karena adanya resiko
inflasi dan ingin mengambil peran lebih aktif untuk menanggulanginya. Dalam hal
ini, CBE membentuk kelompok inter kementerian untuk mengurusi inflasi dengan
mandate menangani secara langsung penyebab struktural inflasi.
III. III. Kerja
Sama Ekonomi, Integrasi Regional dan Perdagangan
Defisit perdagangan Mesir
meningkat sedikit dari USD 27,1 milyar (11,8% dari PDB) pada 2010/11 menjadi
USD 31,7 milyar (9,2% dari PDB) pada 2011/2012, dan tidak lagi diimbangi oleh
penerimaan dari sektor investasi dan pariwisata yang menurun. Didorong oleh
depresiasi EGP dan (meskipun sudah mulai muncul reformasi) sistem subsidi yang
tidak fleksibel untuk bahan bakar dan makanan, telah menggelembungkan impor
hingga USD 58,7 milyar, naik 8,5% dari tahun sebelumnya, yang terus menjadi
faktor pendorong terjadinya defisit. Secara keseluruhan pertumbuhan ekspor tidak
meningkat, karena total ekspor pada tahun 2011 dan 2012 adalah USD 27 milyar.
Diantara jumlah tersebut, ekspor non migas menurun dan ekspor migas meningkat.
Neraca perdagangan jasa positif (USD 5,4 milyar) namun terus menunjukkan trend
penurunan dari USD 10,3 milyar pada 2009/2010 dan USD 7,9 milyar pada 2010/11.
Faktor pendorong penurunan tersebut adalah penurunan pendapatan dari pariwisata
dan investasi. Defisit neraca berjalan melebar dari sebesar 2,6% dari PDB pada
tahun 2011 menjadi 3,3% pada 2012.
Uni Eropa (UE) tetap menjadi
mitra dagang utama Mesir, menyerap USD 11 milyar ekspor Mesir sementara Mesir
mengimpor sebesar USD 19,3 milyar dari UE pada 2011/12. Diantara negara-negara
UE, Italia merupakan mitra dagang terbesar Mesir yaitu 20,7% dari barang ekspor
UE. Antara 2007/08 dan 2010/11, tercatat bahwa dari total nilai perdagangan
luar negeri Mesir, 36% adalah dengan UE,
10% dengan AS, 20% dari kawasan Arab dan Asia, sementara Afrika hanya mencatat
2% ekspor dan 1% impor. Semenjak revolusi, otoritas terkait telah meningkatkan
upaya-upaya untuk menaikkan partisipasi sektor swasta Mesir dalam proyek-proyek
infrastruktur di seluruh Afrika dan mendukung inisiatif pelatihan dan capacity building di benua tersebut.
Investasi mengalami penurunan
karena larinya modal jangka pendek dan panjang. Investasi portofolio bersih
mengalami neraca negative tahun 2011/2012 sebesar USD 5 milyar. Neraca PMA
bersih tetap di posisi positif sebesar USD 2 milyar (0,8% PDB), namun modal
keluar telah berlipat dua sejak dua tahun belakangan sebesar USD 9,7 milyar,
dibandingkan dengan modal masuk sebesar USD 11,8 milyar. EU merupakan wilayah
yang paling banyak berinvestasi di Mesir, yaitu sebesar 82% dari total
investasi di Mesir pada 2011/2012.
IV. IV. Sektor
Swasta
Sektor swasta menyumbang
pertumbuhan sebesar 62% dari PDB dan mempekerjakan 70% dari total angkatan
kerja Mesir dalam lima tahun terakhir. Sebelum revolusi, Mesir mengalami
birokrasi yang sangat membebani, korupsi dan kompetisi yang tidak memadia di
banyak sektor. Terdapat favoritisme, kurangnya keterbukaan, dan proteksi
terhadap segmen pasar. Sebagai
konsekuensinya, salah satu tuntutan revolusi adalah perombakan besar-besaran
hubungan antara pemerintah dengan sektor swasta. Meskipun krusial untuk daya
saing Mesir dalam jangka panjang, tuntutan ini telah menghubungkan hubungan
pemerintah-dunia usaha kepada proses politik dan transisi hukum yang panjang,
yang mengakibatkan ketidakpastian yang menyebar luas dan investasi sektor
swasta yang tidak meyakinkan.
Standar pengukuran daya saing
mencerminkan permasalahan dan ketidakpastian di atas. Mesir berada di peringkat
107 dari 146 negara berdasarkan Indeks Daya Saing Global dari World Economic Forum tahun 2012/13,
turun dari peringkat 81 pada tahun 2010/11. Laporan Doing Business 2013 dari Bank Dunia menempatkan Mesir di posisi 109
dari 183 negara, turun dari peringkat 108 pada tahun 2011, namun naik dari
peringkat 110 pada tahun 2012. Kepastian jaminan kontrak dan kapasitas untuk
menjalankan kontrak tersebut berdasarkan sistem hukum, menjadi salah satu concern utama. Mesir berada di peringkat
144 dari 184 negara untuk sub-indeks “pelaksanaan kontrak”. Kelemahan utama
lainnya adalah dalam hal pembayaran pajak (peringkat 145), berhubungan dengan
izin konstruksi (peringkat 155), dan penyelesaian kebangkrutan (peringkat 137).
Mesir paling banyak mendapatkan keluhan mengenai praktik korupsi sebagai
penghambat utama dalam berbisnis. Customs
clearance telah diperpendek, meskipun persepsi yang diasosiasikan dengan
fasilitasi perdagangan tetap negatif. Prosedur impor dan ekspor masih
menghabiskan banyak waktu pada tahun 2011 (12 hari untuk tiap tahapan prosedur,
menurut Doing Business 2012).
Semenjak revolusi, beberapa
langkah telah dilakukan untuk mengubah situasi yang tercermin dari beberapa
indikator. Sejumlah besar penyelidikan korupsi telah dimulai, dan beberapa
dakwaan terhadap para pebisnis dan mantan pejabat tinggi dan menteri telah
dilakukan. Beberapa alokasi tanah yang dibuat pada masa pemerintahan sebelumnya
melalui kontrak langsung telah ditarik, dan privatisasi beberapa perusahaan
BUMN di bidang perminyakan dan manufaktur telah ditarik. Komisi khusus untuk
menyelesaikan sengketa lahan dengan para investor diperkirakan akan
menghasilkan USD 3,3 milyar pada akhir 2013. Sebagai tambahan, konstitusi baru
mengamanatkan pembentukan komisi anti korupsi nasional.
V. V. Manajemen
Sektor Publik, Kelembagaan dan Reformasi
Untuk mengubah sektor publik di Mesir dengan
mentransformasikannya dari penyedia lapangan kerja skala besar pasca sosialisme
dengan kehadirannya di hampir semua bagian ekonomi menuju pengaturan yang
modern, efisien dan berorientasi pada layanan merupakan salah satu tantangan
yang paling penting dan sulit yang harus dihadapi oleh pemerintah. Mesir
memiliki PNS dalam jumlah besar yang tidak efisien dan bergaji rendah yang
berada di bawah tekanan politik. Dalam jangka panjang, ukuran administrasi
publik akan dikendalikan dengan menggantikan hanya yang pensiun. Meskipun
demikian, pemerintah pasca revolusi tetap menggunakan sektor publik sebagai
alat untuk menangani tekanan sosial dan tuntutan penciptaan lapangan kerja,
termasuk peningkatan upah minimum, dan membuat upaya reformasi di masa
mendatang semakin sulit. Sektor publik Mesir mempekerjakan sekitar 5,8 juta orang,
dengan tambahan sekitar 0,5 juta pekerja tidak tetap.
Mesir memiliki BUMN paling banyak, diatas rata-rata negara
berkembang. Banyak diantara BUMN ini yang kelebihan staf dan kekurangan
peralatan, memerlukan investasi dan pengurangan staf jika ingin lebih
kompetitif. Sebagai tambahan, militer Mesir memegang sejumlah besar saham di
BUMN, namun tidak banyak yang tahu mengenai produktivitas perusahaan ini.
Privatisasi, yang dapat mengubah perusahaan-perusahaan ini, terhambat oleh
warisan kasus-kasus korupsi proyek-proyek privatisasi masa lalu (era Mubarak).
Konstitusi baru secara eksplisit menyatakan akan sulit untuk menjual aset
negara.
Desentralisasi
dapat membantu penanganan sektor publik menjadi lebih efisien. Strategi
nasional untuk desentralisasi, diluncurkan pada Juli 2009, didasarkan pada
kepastian hak dari masyarakat setempat untuk memutuskan kebutuhan dan prioritas
mereka. Kementerian keuangan mengembangkan rencana desentralisasi, namun saat
ini masyarakat setempat tidak memiliki otoritas untuk mendapatkan pendapatan
atau menciptakan sumber pendapatan untuk mereka sendiri.
Dalam menjalankan
konstitusi baru, Mesir telah melakukan langkah pertama dalam proses yang
melelahkan untuk mengubah rerangka kerja kelembagaan politik, sosial dan
ekonomi. Di masa mendatang, sangat diperlukan tindakan pemerintah untuk bekerja
berdasar kemitraan dengan masyarakat madani yang diberdayakan, dan aktor-aktor
individu untuk membangun lembaga yang lebih akuntabel yang menyediakan layanan
umum mendasar dan penegakan hukum.
(Sumber: AfDB dan sumber-sumber lain)