Monday, August 12, 2013

Perkembangan Ekonomi Mesir

I.                    Tinjauan Umum

Setelah jatuhnya Hosni Mubarak pada Februari 2011, Mesir memiliki Presiden baru, Mohammed Morsi yang dipilih melalui Pemilu tanggal 24 Juni 2012, sebagai presiden pertama Mesir yang dipilih secara demokratis. Sebuah konstitusi baru yang disusun oleh dewan konstituante yang didominasi oleh kelompok Islam dan disetujui secara tipis oleh para pemilih pada pertengahan Desember 2012 telah secara dramatis membelah negeri ini. Parlemen baru diharapkan akan dibentuk pada akhir 2013, pasca pemilu April 2013 untuk menggantikan lembaga yang didominasi kelompok Islam yang telah dibubarkan oleh Mahkamah Agung pada Juni 2012. Rakyat Mesir saat ini tengah menunggu selesainya transisi pemerintah yang demokratis, namun masih menghadapi banyak tantangan.

Pertumbuhan PDB riil turun menjadi 2.2% pada penutupan tahun fiskal Juni 2012, dari 5,1% pada 2009/2010, sebelum revolusi. Berlanjutnya instabilitas politik telah melemahkan pemasukan sektor pariwisata dan penanaman modal asing (PMA). Pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan masih melemah, sekitar 2% pada akhir Juni 2013. Sementara itu, penundaan persetujuan pinjaman sebesar USD 4,8 milyar dari IMF yang memerlukan persyaratan adanya peningkatan pajak dan reformasi subsidi serta PNS, telah mendorong Mesir ke jurang krisis skala besar. Pada akhir Januari 2013, nilai kurs Pound Mesir (EGP) terdepresiasi 12,5% dari nilai awal semenjak revolusi. Pasar memperkirkan bahwa nilai pound akan semakin terdepresiasi, antara EGP 7,0 hingga EGP 7,5 per USD dan pasar gelap penukaran valuta semakin berkembang. Pada Juni 2012, utang domestik Mesir dan defisit fiskal masing-masing mencapai 80,3% dan 10,8%, mempersempit ruang gerak pergerakan fiskal.

Kemiskinan tetap tinggi, sekitar 12,5% penduduk Mesir hidup dengan uang kurang dari USD 1,5/ hari pada 2010/2011. Tingkat buta huruf masih tinggi pada kisaran 27% dan terdapat jurang perbedaan pendapatan yang lebar. Badan statistik Mesir melaporkan bahwa tingkat pengangguran sebesar 12,5% pada triwulan III 2012, meskipun beberapa sumber mengindikasikan bahwa tingkat pengangguran sesungguhnya diatas 18%. Lebih dari 3,3 juta penduduk Mesir menganggur, sementara tingkat pengangguran untuk usia 20-24 tahun sebesar 46,4%.

Pemerintah melakukan serangkaian langkah untuk menghadapi masalah struktural dan kelembagaan yang melingkupi Mesir. Pemerintah telah mengembangkan program di dalam negeri untuk mereformasi sistem subsidi energy yang tidak efisien dan mempromosikan kebijakan untuk memerangi korupsi, memajukan inklusivitas sosial dan meningkatkan kesempatan yang sama. Meskipun demikian, keengganan pemerintah untuk menerima persyaratan IMF sebelum pemilu April 2013 mencerminkan kesulitan untuk melaksanakan reformasi yang sangat diperlukan namun tidak popular di tengah-tengah masyarakat yang sangat terbelah.

Di tingkat sektoral, penyumbang utama pertumbuhan PDB pada 2011/2012 adalah pertanian (pertumbuhan 2,9%, 14,8% dari PDB), konstruksi (tumbuh 3,3%, 4,6% dari PDB), telekomunikasi (tumbuh 5,2%, 4,4% dari PDB) dan real estate (tumbuh 3,2%, 2,9% dari PDB). Kebalikannya, kinerja yang buruk di sektor manufaktur dan pariwisata, yang hanya tumbuh masing-masing 0,7% dan 2,3%, melemahkan pertumbuhan PDB pada 2011/2012; dimana sebelum revolusi pada 2009/2010, sektor ini mencatat pertumbuhan masing-masing sebesar 5,1% dan 12%.

Pendapatan yang bersumber dari luar negeri mengalami penurunan akibat perlemahan ekonomi Eropa, yang berdampak pada neraca pembayaran Mesir. Ekspor barang, yang umumnya ke Eropa yang merupakan mitra dagang utama Mesir, menurun sekitar 0,1% menjadi USD 27 milyar pada 2010/2011 dan 2011/2012, lebih dari 8% dibawah pencapaian pada 2007/2008. Pariwisata terkena dampak paling hebat dari instabilitas politik, masalah keamanan dan penyerangan di perbatasan di Sinai. Sebagai hasilnya, pendapatan dari pariwisata menurun sebesar 11% menjadi USD 9,4 milyar (3,1% dari PDB) pada 2011/2012. Pendapatan dari Terusan Suez tetap stabil pada kisaran USD 5 milyar (2,1% dari PDB) pada 2010/2011 dan 2011/2012, yang merupakan perkembangan yang cukup positif mengingat terdapatnya kecenderungan penurunan pendapatan dari terusan pada empat tahun fiskal sebelumnya.

Aliran bersih PMA menurun dalam 4 tahun berturut-turut,  menjadi sekitar USD 2,1 milyar (0,8% dari PDB) pada 2010/2011 dan 2011/2012, turun dari masa puncak sebesar USD 13,2 milyar (8% dari PDB) pada 2007/2008 sebelum krisis keuangan global. Pada 2011/2012, transfer pribadi bersih (utamanya dari remitansi para pekerja Mesir di luar negeri) berjumlah USD 18 milyar (7% dari PDB), naik 43% dari tahun fiskal sebelumnya. Remitansi dari para pekerja Mesir di luar negeri ini cenderung terus meningkat sejak 2007/2008. Total investasi (diluar perubahan portofolio) mencapai USD 39 milyar (15,3% dari PDB) pada 2011/2012. Minyak mentah dan gas alam menarik paling banyak investasi (diperkirakan sebesar 25% dari seluruh nilai investasi), diikuti oleh transportasi dan komunikasi (19%), perumahan dan real estate (16,7%). Produk bahan bakar dan manufaktur menarik 8,7% dari keseluruhan investasi, sementara sektor jasa kesehatan dan pendidikan hanya menyumbang masing-masing 1,6% dan 2,4%.

Ekonomi menderita akibat ketidakpastian iklim karena krisis politik yang semakin dalam dan adu kekuatan antara eksekutif dan yudikatif kian memburuk. Peningkatan pajak dan langkah pengetatan yang krusial yang menjadi persyaratan pinjaman IMF ditunda karena terjadinya protes politik akibat keputusan Presiden Morsi untuk mempercepat implementasi konstitusi baru. Meskipun penyesuaian tersebut dapat mengurangi tekanan domestik, namun penundaan berarti bahwa Mesri akan berlanjut menjadi wilayah yang tidak menarik untuk PMA. Apalagi ekonomi mengalami tekanan akibat tingginya tingkat suku bunga obligasi pemerintah: tingkat suku bunga utang jangka pendek 3 bulan pemerintah (T-bill)  naik menjadi rata-rata bulanan 13,1% pada Juni 2012, dari 11,5% pada tahun sebelumnya. Tingkat suku bunga yang tinggi ini sebagian menjadi penyebab naiknya defisit fiskal pada tingkat yang tak berkesinambungan. Lebih jauh lagi, krisis valuta asing juga membayangi. Cadangan devisa bersih Mesir turun pada level kritis yang hampir tidak dapat menutup impor untuk tiga bulan (akhir Januari 2013 sebesar USD 13,6 milyar). Pada bulan Januari 2013, Qatar membantu mendongkrak EGP dengan meminjamkan dana sebesar USD 2,5 milyar sebagai tambahan paket finansial yang berjumlah sama sebelumnya. Meskipun demikian, Bank Sentral Mesir (CBE) kehilangan cadangan devisa sebesar USD 20 milyar pada tahun fiskal 2010/11 dan 2011/12 untuk membantu valuta setempat. CBE memiliki pilihan terbatas saat berupaya untuk mengendalikan laju depresiasi EGP.

II.                  Kebijakan Moneter

Sejak 2004, Mesir menerapkan rezim nilai tukar mengambang yang bertujuan untuk menjaga nilai tukar EGP 6/1 USD. Dengan terjadinya krisis politik, kebijakan ini semakin sulit untuk dijaga karena dihadapkan pada turunnya secara tajam pendapatan dalam valuta asing dan aliran modal masuk. Sebagai akibatnya, pada Januari 2013, nilai tukar jatuh menjadi EGP 6,5 untuk USD 1, dan cadangan devisa dalam valuta asing (yang digunakan CBE untuk menyokong nilai tukar) turun pada akhir Januari 2012 menjadi USD 13,6 milyar dari USD 26,6 milyar pada Juni 2011.

Tingkat inflasi y.o.y. (headline) yang diukur dengan menggunakan indeks harga konsumen perkotaan melambat dari 11,8% pada Juni 2011 menjadi 4,66% pada Desember 2012 karena aktivitas ekonomi terus berkontraksi akibat kekacauan politik. Inflasi inti (core) juga turun dari 8,94% y.o.y. menjadi 4,44% untuk periode yang sama. Namun demikian, bank sentral memprediksi adanya penyumbatan suplai makanan dan butane serta gangguan terhadap jalur distribusi produk makanan karena adanya resiko inflasi dan ingin mengambil peran lebih aktif untuk menanggulanginya. Dalam hal ini, CBE membentuk kelompok inter kementerian untuk mengurusi inflasi dengan mandate menangani secara langsung penyebab struktural inflasi.

III.                IIIKerja Sama Ekonomi, Integrasi Regional dan Perdagangan

Defisit perdagangan Mesir meningkat sedikit dari USD 27,1 milyar (11,8% dari PDB) pada 2010/11 menjadi USD 31,7 milyar (9,2% dari PDB) pada 2011/2012, dan tidak lagi diimbangi oleh penerimaan dari sektor investasi dan pariwisata yang menurun. Didorong oleh depresiasi EGP dan (meskipun sudah mulai muncul reformasi) sistem subsidi yang tidak fleksibel untuk bahan bakar dan makanan, telah menggelembungkan impor hingga USD 58,7 milyar, naik 8,5% dari tahun sebelumnya, yang terus menjadi faktor pendorong terjadinya defisit. Secara keseluruhan pertumbuhan ekspor tidak meningkat, karena total ekspor pada tahun 2011 dan 2012 adalah USD 27 milyar. Diantara jumlah tersebut, ekspor non migas menurun dan ekspor migas meningkat. Neraca perdagangan jasa positif (USD 5,4 milyar) namun terus menunjukkan trend penurunan dari USD 10,3 milyar pada 2009/2010 dan USD 7,9 milyar pada 2010/11. Faktor pendorong penurunan tersebut adalah penurunan pendapatan dari pariwisata dan investasi. Defisit neraca berjalan melebar dari sebesar 2,6% dari PDB pada tahun 2011 menjadi 3,3% pada 2012.
Uni Eropa (UE) tetap menjadi mitra dagang utama Mesir, menyerap USD 11 milyar ekspor Mesir sementara Mesir mengimpor sebesar USD 19,3 milyar dari UE pada 2011/12. Diantara negara-negara UE, Italia merupakan mitra dagang terbesar Mesir yaitu 20,7% dari barang ekspor UE. Antara 2007/08 dan 2010/11, tercatat bahwa dari total nilai perdagangan luar negeri Mesir, 36%  adalah dengan UE, 10% dengan AS, 20% dari kawasan Arab dan Asia, sementara Afrika hanya mencatat 2% ekspor dan 1% impor. Semenjak revolusi, otoritas terkait telah meningkatkan upaya-upaya untuk menaikkan partisipasi sektor swasta Mesir dalam proyek-proyek infrastruktur di seluruh Afrika dan mendukung inisiatif pelatihan dan capacity building di benua tersebut.
Investasi mengalami penurunan karena larinya modal jangka pendek dan panjang. Investasi portofolio bersih mengalami neraca negative tahun 2011/2012 sebesar USD 5 milyar. Neraca PMA bersih tetap di posisi positif sebesar USD 2 milyar (0,8% PDB), namun modal keluar telah berlipat dua sejak dua tahun belakangan sebesar USD 9,7 milyar, dibandingkan dengan modal masuk sebesar USD 11,8 milyar. EU merupakan wilayah yang paling banyak berinvestasi di Mesir, yaitu sebesar 82% dari total investasi di Mesir pada 2011/2012.

IV.               IV.  Sektor Swasta

Sektor swasta menyumbang pertumbuhan sebesar 62% dari PDB dan mempekerjakan 70% dari total angkatan kerja Mesir dalam lima tahun terakhir. Sebelum revolusi, Mesir mengalami birokrasi yang sangat membebani, korupsi dan kompetisi yang tidak memadia di banyak sektor. Terdapat favoritisme, kurangnya keterbukaan, dan proteksi terhadap segmen pasar.  Sebagai konsekuensinya, salah satu tuntutan revolusi adalah perombakan besar-besaran hubungan antara pemerintah dengan sektor swasta. Meskipun krusial untuk daya saing Mesir dalam jangka panjang, tuntutan ini telah menghubungkan hubungan pemerintah-dunia usaha kepada proses politik dan transisi hukum yang panjang, yang mengakibatkan ketidakpastian yang menyebar luas dan investasi sektor swasta yang tidak meyakinkan.

Standar pengukuran daya saing mencerminkan permasalahan dan ketidakpastian di atas. Mesir berada di peringkat 107 dari 146 negara berdasarkan Indeks Daya Saing Global dari World Economic Forum tahun 2012/13, turun dari peringkat 81 pada tahun 2010/11. Laporan Doing Business 2013 dari Bank Dunia menempatkan Mesir di posisi 109 dari 183 negara, turun dari peringkat 108 pada tahun 2011, namun naik dari peringkat 110 pada tahun 2012. Kepastian jaminan kontrak dan kapasitas untuk menjalankan kontrak tersebut berdasarkan sistem hukum, menjadi salah satu concern utama. Mesir berada di peringkat 144 dari 184 negara untuk sub-indeks “pelaksanaan kontrak”. Kelemahan utama lainnya adalah dalam hal pembayaran pajak (peringkat 145), berhubungan dengan izin konstruksi (peringkat 155), dan penyelesaian kebangkrutan (peringkat 137). Mesir paling banyak mendapatkan keluhan mengenai praktik korupsi sebagai penghambat utama dalam berbisnis. Customs clearance telah diperpendek, meskipun persepsi yang diasosiasikan dengan fasilitasi perdagangan tetap negatif. Prosedur impor dan ekspor masih menghabiskan banyak waktu pada tahun 2011 (12 hari untuk tiap tahapan prosedur, menurut Doing Business 2012).

Semenjak revolusi, beberapa langkah telah dilakukan untuk mengubah situasi yang tercermin dari beberapa indikator. Sejumlah besar penyelidikan korupsi telah dimulai, dan beberapa dakwaan terhadap para pebisnis dan mantan pejabat tinggi dan menteri telah dilakukan. Beberapa alokasi tanah yang dibuat pada masa pemerintahan sebelumnya melalui kontrak langsung telah ditarik, dan privatisasi beberapa perusahaan BUMN di bidang perminyakan dan manufaktur telah ditarik. Komisi khusus untuk menyelesaikan sengketa lahan dengan para investor diperkirakan akan menghasilkan USD 3,3 milyar pada akhir 2013. Sebagai tambahan, konstitusi baru mengamanatkan pembentukan komisi anti korupsi nasional.

V.                  V.  Manajemen Sektor Publik, Kelembagaan dan Reformasi

Untuk mengubah sektor publik di Mesir dengan mentransformasikannya dari penyedia lapangan kerja skala besar pasca sosialisme dengan kehadirannya di hampir semua bagian ekonomi menuju pengaturan yang modern, efisien dan berorientasi pada layanan merupakan salah satu tantangan yang paling penting dan sulit yang harus dihadapi oleh pemerintah. Mesir memiliki PNS dalam jumlah besar yang tidak efisien dan bergaji rendah yang berada di bawah tekanan politik. Dalam jangka panjang, ukuran administrasi publik akan dikendalikan dengan menggantikan hanya yang pensiun. Meskipun demikian, pemerintah pasca revolusi tetap menggunakan sektor publik sebagai alat untuk menangani tekanan sosial dan tuntutan penciptaan lapangan kerja, termasuk peningkatan upah minimum, dan membuat upaya reformasi di masa mendatang semakin sulit. Sektor publik Mesir mempekerjakan sekitar 5,8 juta orang, dengan tambahan sekitar 0,5 juta pekerja tidak tetap.

Mesir memiliki BUMN paling banyak, diatas rata-rata negara berkembang. Banyak diantara BUMN ini yang kelebihan staf dan kekurangan peralatan, memerlukan investasi dan pengurangan staf jika ingin lebih kompetitif. Sebagai tambahan, militer Mesir memegang sejumlah besar saham di BUMN, namun tidak banyak yang tahu mengenai produktivitas perusahaan ini. Privatisasi, yang dapat mengubah perusahaan-perusahaan ini, terhambat oleh warisan kasus-kasus korupsi proyek-proyek privatisasi masa lalu (era Mubarak). Konstitusi baru secara eksplisit menyatakan akan sulit untuk menjual aset negara.
Desentralisasi dapat membantu penanganan sektor publik menjadi lebih efisien. Strategi nasional untuk desentralisasi, diluncurkan pada Juli 2009, didasarkan pada kepastian hak dari masyarakat setempat untuk memutuskan kebutuhan dan prioritas mereka. Kementerian keuangan mengembangkan rencana desentralisasi, namun saat ini masyarakat setempat tidak memiliki otoritas untuk mendapatkan pendapatan atau menciptakan sumber pendapatan untuk mereka sendiri.

Dalam menjalankan konstitusi baru, Mesir telah melakukan langkah pertama dalam proses yang melelahkan untuk mengubah rerangka kerja kelembagaan politik, sosial dan ekonomi. Di masa mendatang, sangat diperlukan tindakan pemerintah untuk bekerja berdasar kemitraan dengan masyarakat madani yang diberdayakan, dan aktor-aktor individu untuk membangun lembaga yang lebih akuntabel yang menyediakan layanan umum mendasar dan penegakan hukum. 
(Sumber: AfDB dan sumber-sumber lain)

No comments:

Post a Comment