Judul post saya hari ini mungkin berbeda dari yang sebelumnya. Saya memilih judul ini karena ada banyak hal yang terkandung dari kata "belajar". Belajar itu kalau menurut KBBI daring: berubah tingkah laku atau tanggapan yg disebabkan oleh pengalaman. Nah, belajar berarti menurut saya, berhadapan dengan pengalaman, dan dari pengalaman yang kita peroleh itu, kita akan mendapatkan pemahaman atas sesuatu dan bisa jadi akan mengubah persepsi kita atas sesuatu itu.
Contoh lucu: keponakan saya yang baru berusia 2 tahun. Semula ia beranggapan kucing kecil dengan bulu-bulu halus itu harmless. Tapi setelah digigit si "kitty" di kakinya , (ya, keponakan saya yang salah, kucing kok ditarik ekornya kenceng banget) akhirnya dia belajar bahwa kucing tidak hanya lucu. Kucing kecil yang mirip bola bulu itu juga berbahaya, bisa menggigit at least. Nah, itu berarti seorang anak kecil umur 2 tahun juga belajar, berubah tanggapannya karena pengalaman.
Kata beberapa filosof dan pujangga (don't ask me their names, please) belajar merupakan guru, belajar itu seumur hidup. Benarkah itu? Buat saya ada benarnya juga. Belajar formal memang dilakukan semasa kita sekolah, dari TK sampai perguruan tinggi. Kita juga belajar dari peer group tentang berbagai hal dari yang maha penting seperti reformasi PBB :) sampai contekan lagu....Bayangkan berapa ribu informasi yang kita serap? Dari yang penting sampai yang tidak penting banget....Lalu kita mengolah semua serapan itu, membuang yang kira-kira tidak penting, membentuk persepsi atas kejadian itu, dan menciptakan tingkah laku atau tanggapan yang sesuai dengan persepsi yang kita olah. Bagi saya, itu proses belajar..
Lalu, apa ya kaitannya dengan kehidupan yang tengah saya jalani sekarang? Hmm...secara formal sih, saya belajar bagaimana bersikap, bertingkah laku yang "proper" menurut aturan di organisasi dimana saya bekerja. Terkadang prosesnya cukup bikin gondok, karena melibatkan proses pengendalian diri (jadi inget penataran P4) , yang artinya saya harus bisa menahan emosi walaupun situasinya sudah "membakar" dan siap meledak. Saya juga belajar mencintai suatu isu atau masalah yang sebelumnya sangat tidak saya sukai. Saya akui: isu ekonomi merupakan isu yang paling saya benci saat sekolah dan kuliah. Namun, saat masuk dunia kerja, saya selalu dan harus berhadapan dengan ekonomi, mulai dari marketing, statistik, sampai pembuatan analisis ekonomi. Mau tidak mau, saya harus belajar, mempersepsikan semua data yang terhampar, mengolahnya, dan membuat laporan atau analisis yang diperlukan. Dan...akhirnya, sedikit demi sedikit saya menyukai deretan angka yang mewakili kehidupan kita itu (iya, buat saya, ekonomi mewakili siapa kita, di negara mana kita tinggal, berapa tingkat kesejahteraan kita, de el el)..and I'm quite fascinating by it.
Itu di kantor....Di rumah pun saya belajar: managing pemasukan yang tak seberapa dan pengeluaran yang luar biasa, bersosialisasi (secukupnya) dengan tetangga..ya paling tidak kenal tetangga sebelah kanan rumah dan pak RT, dan beramah tamah dengan satpam supaya rumah yang saya tinggal dari pagi sampai malam atau terkadang hingga beberapa hari itu aman dan jauh dari incaran mata jahat. Semua itu penting buat saya, supaya hidup di seputaran rumah menjadi selesa...
Contoh lucu: keponakan saya yang baru berusia 2 tahun. Semula ia beranggapan kucing kecil dengan bulu-bulu halus itu harmless. Tapi setelah digigit si "kitty" di kakinya , (ya, keponakan saya yang salah, kucing kok ditarik ekornya kenceng banget) akhirnya dia belajar bahwa kucing tidak hanya lucu. Kucing kecil yang mirip bola bulu itu juga berbahaya, bisa menggigit at least. Nah, itu berarti seorang anak kecil umur 2 tahun juga belajar, berubah tanggapannya karena pengalaman.
Kata beberapa filosof dan pujangga (don't ask me their names, please) belajar merupakan guru, belajar itu seumur hidup. Benarkah itu? Buat saya ada benarnya juga. Belajar formal memang dilakukan semasa kita sekolah, dari TK sampai perguruan tinggi. Kita juga belajar dari peer group tentang berbagai hal dari yang maha penting seperti reformasi PBB :) sampai contekan lagu....Bayangkan berapa ribu informasi yang kita serap? Dari yang penting sampai yang tidak penting banget....Lalu kita mengolah semua serapan itu, membuang yang kira-kira tidak penting, membentuk persepsi atas kejadian itu, dan menciptakan tingkah laku atau tanggapan yang sesuai dengan persepsi yang kita olah. Bagi saya, itu proses belajar..
Lalu, apa ya kaitannya dengan kehidupan yang tengah saya jalani sekarang? Hmm...secara formal sih, saya belajar bagaimana bersikap, bertingkah laku yang "proper" menurut aturan di organisasi dimana saya bekerja. Terkadang prosesnya cukup bikin gondok, karena melibatkan proses pengendalian diri (jadi inget penataran P4) , yang artinya saya harus bisa menahan emosi walaupun situasinya sudah "membakar" dan siap meledak. Saya juga belajar mencintai suatu isu atau masalah yang sebelumnya sangat tidak saya sukai. Saya akui: isu ekonomi merupakan isu yang paling saya benci saat sekolah dan kuliah. Namun, saat masuk dunia kerja, saya selalu dan harus berhadapan dengan ekonomi, mulai dari marketing, statistik, sampai pembuatan analisis ekonomi. Mau tidak mau, saya harus belajar, mempersepsikan semua data yang terhampar, mengolahnya, dan membuat laporan atau analisis yang diperlukan. Dan...akhirnya, sedikit demi sedikit saya menyukai deretan angka yang mewakili kehidupan kita itu (iya, buat saya, ekonomi mewakili siapa kita, di negara mana kita tinggal, berapa tingkat kesejahteraan kita, de el el)..and I'm quite fascinating by it.
Itu di kantor....Di rumah pun saya belajar: managing pemasukan yang tak seberapa dan pengeluaran yang luar biasa, bersosialisasi (secukupnya) dengan tetangga..ya paling tidak kenal tetangga sebelah kanan rumah dan pak RT, dan beramah tamah dengan satpam supaya rumah yang saya tinggal dari pagi sampai malam atau terkadang hingga beberapa hari itu aman dan jauh dari incaran mata jahat. Semua itu penting buat saya, supaya hidup di seputaran rumah menjadi selesa...
No comments:
Post a Comment