Wednesday, April 11, 2018

Maladewa dan Perebutan Pengaruh di Kawasan


Beberapa minggu terakhir, Maladewa memasuki krisis politik akibat penangkapan sejumlah pemuka politik dan hakim negeri tersebut, termasuk mantan presiden Abdul Gayoom. Krisis ini bermula ketika pengadilan membatalkan putusan hukuman untuk 9 pemimpin oposisi yang dijebloskan ke penjara atau dipaksa mengasingkan diri oleh Presiden Abdulla Yameen. Presiden Yameen menolak putusan pengadilan tersebut, mengumumkan keadaan darurat dan melakukan penangkapan terhadap sejumlah lawan politiknya.

Salah satu kritik keras oposisi terhadap Presiden Yameen adalah kebijakan pemerintahan Yameen untuk menandatangani Perjanjian Perdagangan Bebas (FTA) dengan RRT. FTA Maladewa-RRT ini ditandatangani saat kunjungan Presiden Yameen ke Beijing pada Desember 2017. Pihak oposisi menuduh bahwa efek negatif dari perjanjian ini adalah semakin bergantungnya Maladewa secara ekonomi kepada RRT. Bahkan oposisi menyebut bahwa kini utang luar negeri Maladewa ke RRT berjumlah 70% dari keseluruhan utang luar negerinya.

Perebutan Pengaruh RRT – India
Selain FTA, Maladewa juga menandatangani investasi di bidang pariwisata dan kerja sama di beberapa bidang lainnya dengan RRT. Namun, India merasa terancam dengan kedekatan antara Maladewa – RRT. Pada 2017 Presiden Yameen mengizinkan kapal perang RRT untuk mengunjungi Maladewa, yang langsung mengundang protes India. India memanggil utusan khusus Maladewa untuk India dan menyampaikan keprihatinan atas perkembangan hubungan RRT dengan Maladewa.

Persepsi ancaman yang dirasakan India bertambah karena RRT berhasil menguasai pelabuhan Hambantota di Sri Lanka sebagai bagian dari debt swap deal. Lokasi Hambantota yang terletak di bagian selatan Sri Lanka sangat strategis, karena memiliki akses ke alur pelayaran Samudera Hindia. RRT mulai menancapkan pengaruhnya di Samudera Hindia sebagai bagian dari strategi Maritime Silk Road RRT. Pendekatan ekonomi RRT terhadap Maladewa dan Sri Lanka membuat RRT memiliki akses langsung ke Samudera Hindia dan berlanjut ke Laut Merah, sebagai bagian dari strategi pengamanan energi RRT dengan Timur Tengah, terutama dengan Arab Saudi.

Times of India melaporkan bahwa India mulai mengalami beberapa sandungan akibat kedekatan Maladewa dengan RRT. Maladewa mulai memperlambat proyek pemasangan radar India. Pemerintahan Yameen juga mulai mengurangi kehadiran India dari atol selatan, dimana RRT menempatkan sebagian besar proyek investasinya. Proyek investasi RRT yang akan sangat mengusik India adalah kemungkinan pembangunan pangkalan militer RRT di Atol Laamu yang akan membuat RRT memiliki akses leluasa ke kanal 1,5 derajat (kanal Suvadiva) yang sangat penting untuk penguasaan RRT ke Samudera Hindia. RRT juga mengincar kanal 8 derajat (kanal Maliku Kandu) yang terletak di sebuah atol yang sangat dekat dengan India. 

Upaya “Pembendungan” di Kawasan
Pemimpin Maladewa mencoba untuk memanfaatkan posisi geografisnya yang strategis untuk mendapatkan keuntungan dari upaya sejumlah negara besar untuk saling membendung dan memperebutkan pengaruh di kawasan. Amerika Serikat, India, dan RRT memiliki kepentingan untuk mempertahankan dan atau memperluas wilayah pengaruhnya di seputaran Samudera Hindia.

Dalam National Security Strategy (NSS), Amerika Serikat menyebutkan pentingnya wilayah Indo-Pasifik yang terbentang dari pantai barat India hingga pantai barat AS sebagai wilayah yang bebas dan terbuka. Dengan menempatkan India sebagai “sekutu dan mitra”, Amerika Serikat ingin memperkuat kemitraan pertahanannya dengan India sekaligus membendung perluasan pengaruh RRT di kawasan ini. Sementara India berkepentingan membendung RRT di kawasan anak benua India yang secara tradisional merupakan wilayah inti perluasan pengaruh politik luar negeri India.

Bagi RRT, kawasan Samudera Hindia memegang peran kunci. Sejumlah investasi yang ditanamnya di Maladewa merupakan bagian upaya besar untuk mendapatkan akses penuh di Samudera Hindia. Selain dengan Maladewa dan Sri Lanka, RRT juga memiliki kerja sama investasi dengan rival utama India di kawasan, Pakistan. Kerja sama bertajuk China-Pakistan Economic Corridor senilai USD 62 triliun tersebut melintasi wilayah Khasmir, yang diperebutkan antara India dan Pakistan. Upaya-upaya ini sekaligus merupakan reaksi RRT atas kebijakan negara-negara besar di kawasan yang berupaya membendung perluasan pengaruhnya.

Arab Saudi yang terlibat dalam upaya perebutan pengaruh dengan Iran juga memiliki kepentingan terhadap Maladewa. Rangkaian atol di Maladewa hanya berjarak tiga jam penerbangan dari pantai terdekat Iran. Pembangunan basis militer RRT dan atau Arab Saudi di Maladewa akan melengkapi pembangunan secara independen pos militer kedua negara tersebut di Djibouti, yang merupakan rute kunci ekspor energi di mulut Laut Merah.

Bagi Arab Saudi, kehadirannya di Maladewa merupakan upaya untuk meyakinkan RRT bahwa dibandingkan Iran, Arab Saudi lebih berperan sebagai mitra dalam program infrastruktur Belt and Road Initiative. Untuk memuluskan kehadirannya di Maladewa, Arab Saudi selama ini telah  memberikan beasiswa keagamaan untuk para pelajar Maladewa ke berbagai universitas di Arab Saudi.

RRT telah memperingatkan agar tidak ada satu negarapun yang melakukan intervensi atas situasi politik di Maladewa. Menteri Luar Negeri RRT, Wang Yi menegaskan bahwa pemerintahnya mendukung pemerintah Maladewa dan meminta agar masyarakat internasional memainkan peran konstruktif dalam mendukung stabilitas dan pembangunan Maladewa. Ucapan RRT ini merupakan peringatan bagi India yang pada dekade 80an pernah mengirimkan pasukan militernya ke Maladewa untuk menghentikan kudeta. Pemerintah Maladewa juga menyatakan tidak akan takut akan adanya intervensi dari negara lain dan menganggap intervensi militer India adalah “langkah tidak bertanggung jawab dan akan mengganggu hubungan baik antara kedua negara”.
Kementerian Luar Negeri Maladewa bahkan telah mengeluarkan pernyataan yang menentang pernyataan Special Procedures Dewan HAM PBB yang mengkritik penangkapan dua hakim Mahkamah Agung. Dewan HAM PBB memandang penangkapan tersebut merupakan serangan terhadap independensi peradilan. Pemerintah Maladewa menuduh adanya campur tangan asing pada sistem peradilan, terhadap krisis politik yang tengah terjadi.

India kemungkinan besar tidak akan mengirimkan militernya ke Maladewa untuk alasan ekonomi. RRT merupakan pasar besar bagi produk-produk India. Lagipula, India masih memiliki sejumlah proyek investasi dan kedekatan pertahanan dengan Maladewa yang harus terus dipelihara untuk dapat membendung pengaruh RRT di kawasan tradisionalnya.

Ketidakpercayaan sebagai Karakter Kawasan
Kurangnya rasa saling percaya antara satu negara besar yang memiliki kepentingan di kawasan ini dengan negara yang lain menjadi ciri karakter kawasan di seputaran Samudera Hindia. Sebagai organisasi regional di kawasan, SAARC kekurangan energi untuk mencari jalan tengah guna  menyatukan pandangan dan mencari pemecahan konflik dan rivalitas. Di sisi lain, negara-negara kecil di kawasan dengan alasan utama pengembangan ekonomi, mulai mencari alternatif kerja sama baru. Gayung bersambut. RRT yang tengah mengembangkan dan mengamankan jalur pasokan energi dan mineralnya dari Timur Tengah dan Afrika mendapatkan tempat di Sri Lanka, Bangladesh, Pakistan dan Maladewa yang terletak tepat di tengah jalur yang dibangun RRT.

Dalam krisis politik di Maladewa, Amerika Serikat memiliki pandangan serupa dengan India yang merupakan mitra dalam quadrilateral powers bersama dengan Australia dan Jepang. Amerika Serikat mengkritik langkah-langkah presiden Yameen yang dianggap tidak demokratis yang memicu krisis politik saat ini.
India yang merasa terusik kepentingannya di kawasan tak akan tinggal diam. Apalagi doktrin kemaritiman India mengemukakan adanya tantangan-tantangan maritim yang bersifat hibrida, yang mengaburkan batas-batas ancaman tradisional dan non-tradisional. Dalam hal ini, India akan menggunakan kekuatan angkatan lautnya untuk melindungi kepentingan nasional dan regionalnya, terutama pengamanan jalur laut di seputar Samudera Hindia.

Skenario terburuk yang muncul di kawasan akibat persaingan ini adalah meletusnya konflik fisik karena perbedaan kepentingan, perasaan terancam, dan rasa terusik akibat perluasan pengaruh satu kekuatan di wilayah tradisional kekuatan lain. Rasa ketidakpercayaan yang terus membesar antar kekuatan turut memperkeruh ketegangan di kawasan. Oleh karena itu, untuk menurunkan ketegangan, perlu penumbuhan arsitektur keamanan regional yang bersifat inklusif, saling terkait dan berdasarkan pada norma-norma yang dapat dikerjasamakan. Pelibatan semua aktor baik yang memiliki pengaruh besar maupun yang memiliki kekuatan lebih kecil niscaya diperlukan guna mencari titik temu perbedaan, penumbuhan rasa saling percaya dan mencari wilayah-wilayah kerja sama baru di kawasan. 

No comments:

Post a Comment