Tuesday, September 30, 2014

Nonton Acara di Tipi di Negeri Seribu Menara

Sudah satu setengah tahun saya berada di negeri yang bertajuk seribu menara (kata salah satu pengarang). Iya sih...emang banyak menara masjid yang indah-indah di negara ini, peninggalan berbagai dinasti Islam yang dulu menguasai negara ini. Dari dinasti Fattimiyyah, Ayyubiyyah, Mamluk dll...(maaf, ga apal...kalo guide lagi nerangin sih cuma manggut-manggut...hehehe). Tapi buat saya, negeri ini sekarang lebih cocok disebut sebagai negeri seribu parabola...tiap atap gedung apartemen berserakan parabola milik para penghuni gedung. 

Buat apa tuh parabola? Nah itu enaknya di negeri-negeri Arab ini. Parabola digunakan untuk menangkap siaran televisi dari Arab Saudi sampe Suriah. Terserah mau pilih saluran yang mana. Kalau saya, karena ga bisa bahasa Arab (agak males juga belajar..) maka saya pilih saluran yang berbahasa Inggris. Enaknya lagi, film-film barat yang diputar di stasiun-stasiun berbahasa Inggris ini lumayan baru-baru. Coba bandingkan dengan stasiun-stasiun TV di Indonesia yang muternya film-film Hollywood jadul...ketika Chuck Norris masih unyu-unyu misalnya...halah! 

Stasiun tivi lain yang berbahasa Arab, setau saya menyiarkan film Arab, pengajian atau ceramah, home shopping, berita lokal, atau nah..ini yang menarik: klip lagu-lagu terbaru. Dan setelah bertempat tinggal sementara di Mesir ini, baru saya tahu..buseeet...penyanyi-penyanyi Arab ini ga kalah seksi klipnya dibanding klip penyanyi barat. Kalo cuma denger CD nya sih dikira biasa ajah..Begitu lihat klipnya..jreng! Sebenernya sih suara mereka rata-rata bagus ditunjang badan seksi (terutama cewek-cewek penyanyi asal Lebanon) dan musik yang ok, sayangnya cengkoknya masih sangat Arab. Kurang bisa diterima kuping saya yang cita rasanya Asia atau barat. Coba bikin lagu yang beneran pop atau jazzy tanpa sentuhan gambus...mungkin saya akan mencoba mendengerkan....hehehe...Sst..kadang saya kepikiran untuk kasih CD penyanyi ini ke grup pengajian ibu saya hahahaha!!! Ntar dipikir lagu religi padahal lagu cinta hohoho..hehehee...

Tapi ada saatnya saya merasa ga suka dengan siaran televisi berbahasa Inggris ini, yaitu pas mereka muter WWF alias banting-bantingan gulat ala Amrik. Syukurlah di Indonesia sudah dilarang, bikin anak-anak pada niru sih. Nah...konon kabarnya di Arab malah disukai tuh acara WWF dengan segala spin-offnya..dari WWF main event, WWE raw dll (ups..apal). Terus ada yang versi Arabnya kayak Al-Batal atau Desert Force. Jiah...bikin kultur kekerasan terus menjadi di gurun pasir deh menurut gue.....

Nah...acara di televisi setempat yang menarik sih acara masak memasak selain film. Jarang sih dipraktikkan, nonton sambil ngiler iya...:) Nah lagi, ternyata setelah membaca surat kabar setempat (bukan yang bahasa Arab ya..koran bahasa Inggris tentu saja), ternyata berkat seringnya acara masak memasak disiarkan, banyak anak muda Mesir yang dulunya kebanyakan bercita-cita jadi dokter atau insinyur (klasik banget..kayak anak Indonesia dulu deh...), banyak yang kemudian banting setir sekolah masak. Ga cuma di dalam negeri, sampe dikejar ke Perancis sono. Kata mereka, ternyata menjadi chef itu adalah menjadi pesohor dengan kategori tersendiri. 

Benar menurut saya, apalagi rata-rata orang Mesir suka makan. Tiap minggu ada aja resto baru dibuka, di daerah tempat saya tinggal, dari yang menyajikan makanan Italia, Lebanon, Mesir sampe makanan Asia dan Amerika Latin. Dan setiap orang kan memang butuh makan, jadi daripada punya gelar teknik tapi ga bisa dapat kerjaan (maklum, angka pengangguran di Mesir di atas 14%), banyaklah anak muda yan memilih jadi chef...celebrity in their own terms and place...Dan saya jadi punya pilihan untuk makan di resto apapun. Jujur, saya ga bisa makan makanan Timur Tengah...ga cocok di lidah. Mending makan cupcake ajah daripada disuruh makan mulukhiyyah...hohoho...

Begitu deh...pengamatan saya pada acara tivi di dunia Arab. Sebagai bonus saya kasih ini:




Tuesday, September 23, 2014

Semerbak Kopi Indonesia di Mesir

Minggu ini saya mengalami defisit kopi, bawaannya ngantuk mulu sepanjang hari. Padahal, baru minggu lalu mengadakan workshop kopi dengan tema "Indonesian Coffee Culture: Beyond Tradition and Economical Values".  Mungkin karena tenaga abis kali ya...buat mikirin persiapan workshop sekaligus pameran dagang, makanya minggu ini langsung letoy....

Anyway, mengapa saya punya ide untuk mengadakan workshop kopi sekaligus mengajak para importir kopi dari Mesir dan eksportir kopi dari Indonesia untuk ikut pameran di tempat saya hanging out selama 2 tahun ke depan ini? Alasannya sederhana: saya suka kopi, dan langsung hepi kalo di supermarket setempat nemu kopi dari Indonesia. Atau pas nyambangin cafe, dan salah satu menu yang terpampang dalam coffee of the day-nya adalah Toraja Kalosi atau Java Mocca. Tapi, yang paling bikin semangat ngadain workshop adalah setelah saya bertanggung jawab atas keberlangsungan kantor sebelah yang tanggung jawabnya berkisar pada peningkatan ekspor komoditas non-migas dari Indonesia. Nah...baru saya tahu kalo kopi dari Indonesia yang masuk negeri Mesir ini, kebanyakan masih berupa green beans atau powder. Di Mesir, dicampurlah itu kopi dari negeri tercinta dengan kopi dari negeri-negeri lain, dan disuguhkan kepada para konsumen sebagai Turkish Coffee. Atau...dicampur dengan kopi dari negeri-negeri telenovela, terus dilabelin sebagai Brazilian Coffee....Aih.....gondoklah eyke... Oya, workshop juga berfungsi untuk kasih tau ke rakyat Mesir, kalo Indonesia tuh juga bisa memproduksi kopi, biskuit, bahkan rangkaian perawatan kulit dari kopi :)

Singkat cerita, dari workshop itu, saya dapat pengetahuan baru. Ternyata sebagian besar kopi yang diminum bangsa Mesir berasal dari Indonesia, hampir 70% malah, dari seluruh kopi yang beredar di Mesir. Tapi ya itu tadi...ga ada yang tahu kalo mereka minum kopi yang asalnya dari negeri saya. Trus kata pembicara yang telah malang melintang di dunia perkopian Mesir, meskipun kopi pertama kali ditemukan di Ethiopia, namun perdagangan kopi bermula di Jawa. Terus, kalo bicara masalah blending, ternyata tanpa kopi Indonesia yang memiliki body kuat, kopi-kopi dari negeri lain ga akan terasa enaknya jika ga dicampur dengan kopi dari Indonesia. Orang Mesir yang suka kopi dengan foam juga ga akan bisa menikmatinya, tanpa ada campuran kopi dari Indonesia di dalamnya. 

Baca artikel di the Economist tentang kopi, di dalamnya ada penggalan puisi dari abad 17 yang intinya menyatakan bahwa kopi itu bikin seorang jenius makin jenius, bikin pemikiran semakin tajam, dan membuat riang tanpa memabukkan...

Jadi, semakin cintalah saya dengan kopi, apalagi kopi dari Indonesia....Itu sebabnya, saya memilih suvenir kopi dari Indonesia setiap kali melakukan pertemuan dengan mitra dari Mesir....

Gitu deh cerita ringan tentang kopi (ga pake data statistik, meskipun saya tahu, biar ga bosen bacanya..,.). Oya...lagi cari film dokumenter tentang kopi Indonesia, Aroma of Heaven, keren tuh...ada yang sudah punya? :)