Politik Luar Negeri Indonesia di Wilayah Afrika
I. Pendahuluan
Afrika adalah sebuah benua yang terbentang seluas 30,2 juta km2, merupakan benua terluas kedua setelah Asia. Jumlah penduduk benua ini lebih kurang 1 milyar jiwa dan terbagi atas 54 negara (negara terbaru adalah Sudan Selatan yang merdeka tanggal 9 Juli 2011). Negara terluas di Afrika adalah Aljazair dan yang terkecil adalah Seychelles.
Dari sisi paleoantropologi, Afrika dianggap sebagai wilayah tertua yang dihuni oleh manusia di muka bumi. Bukti-bukti baru juga menunjukkan bahwa seluruh manusia berawal dari benua ini. Afrika juga merupakan ibu peradaban. Tercatat beberapa peradaban tertua dunia seperti Mesir, kekaisaran Aksum di Ethiopia, Kartago di Afrika Utara, dan Nubia di sekitar Sudan dan Mesir. Ghana, Mali, dan Zimbabwe juga menjadi tempat munculnya peradaban lebih dari 1000 tahun yang lalu. Namun, penjajahan Eropa atas wilayah ini telah mengubah lansekap politik benua ini untuk selamanya.
Dalam perjalanan sejarahnya, bangsa-bangsa Eropa memiliki ketertarikan tersendiri terhadap benua Afrika. Afrika menjadi ajang perebutan pengaruh politik, ekonomi, perebutan sumber daya alam, dan menjadi sumber budak untuk memenuhi kebutuhan perkebunan-perkebunan Eropa yang tengah berkembang. Meskipun penjajahan Eropa atas benua ini berlangsung lebih akhir daripada di Asia atau Amerika Latin, namun berakibat sangat buruk dan merusak Afrika. Proses kolonisasi yang dimulai di akhir abad ke-19 telah menyebabkan Afrika yang secara demografis terbagi atas garis klan dan kesukuan sebagai pemisah menjadi negara-negara yang secara politis berada di bawah pengaruh penjajahnya. Metode klasik penjajahan devide et impera yang dijalankan oleh kaum kolonialis meninggalkan jejak konflik dalam sejarah modern Afrika. Konferensi Berlin 1884-1885 yang disponsori oleh Raja Leopold II dari Belgia secara efektif membagi Afrika berdasarkan wilayah pengaruh negara penjajahnya yang eksis hingga hari ini. Hal ini menjadi salah satu hambatan utama pemajuan bangsa-bangsa Afrika.
Ada 4 (empat) elemen yang menjadi penghalang pembangunan di Afrika: jumlah penduduk yang besar, perbedaan yang ekstrim diantara penduduknya, kekayaan alam yang melimpah yang sering menjadi sumber konflik, dan ukuran wilayah yang besar. Jika sebuah negara Afrika memiliki tiga atau empat faktor di atas, hampir dapat dipastikan bahwa negara ini akan memiliki kelemahan di sektor ekonomi maupun kepemerintahan. Negara-negara seperti Republik Demokratik Kongo, Ethiopia, dan Sudan yang memiliki empat faktor tersebut dan memiliki kelemahan secara ekonomi. Namun perkecualian terjadi pada Afrika Selatan yang memiliki sumber daya alam yang besar namun stabil secara politis dan memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi yang baik, sementara Somalia yang wilayahnya kecil dan tidak memiliki sumber daya alam melimpah namun mengalami instabilitas ekonomi dan politik.
Indonesia sebagai sahabat bangsa-bangsa Afrika menginginkan wilayah ini sebagai wilayah yang damai, stabil, dan sejahtera, sejak penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika I di Bandung, pada bulan April 1955 hingga saat ini. Afrika adalah “benua masa depan”, yang masih dihinggapi oleh stigma negatif kemiskinan, kelaparan, penyakit menular, perang saudara dan stigma negatif lainnya. Namun, posisi Afrika sebagai sebuah benua yang kaya sumber daya alam dengan jumlah penduduk yang besar tidak mungkin untuk diabaikan. Indonesia berpendirian bahwa Afrika sangat penting dari sisi politik, ekonomi, sosial dan keamanan untuk pencapaian kepentingan nasional Indonesia.
II. Definisi
Politik Luar Negeri adalah tempat dimana negara sebagai aktor bertindak, bereaksi, dan berinteraksi. Dalam politik luar negeri terdapat dua jenis lingkungan: lingkungan internal/domestik dan lingkungan eksternal/global. Lingkungan domestik akan membentuk latar belakang konteks dimana kebijakan dibuat, seperti sumber daya yang dimiliki sebuah negara, posisi geografisnya dalam hubungannya dengan negara lain, asal dan tingkat perkembangan ekonominya, serta struktur demografinya. Sementara lingkungan eksternal/global adalah tempat dimana politik luar negeri dijalankan. Pelaksanaan politik luar negeri akan melibatkan aktor-aktor lain dan reaksi mereka akan memberikan umpan balik terhadap sistem pembuatan kebijakan. (Penguin Dictionary of International Relations, Graham Evans and Richard Newnham, 1998).
III. Pelaksanaan Polugri di Wilayah Afrika
Berdasarkan definisi politik luar negeri dan upaya-upaya pencapaian kepentingan nasional Indonesia tersebut, maka Indonesia berpandangan bahwa upaya untuk mengikutsertakan Afrika dalam lingkaran konsentris politik luar negeri Indonesia perlu direvitalisasi setelah “terabaikan” selama ini. Diplomasi sebagai salah satu instrumen penting pelaksanaan politik luar negeri Indonesia terhadap Afrika ditujukan untuk mengembalikan dan menaikkan citra Indonesia di fora internasional; membantu percepatan ekonomi dan kesejahteraan rakyat; membantu memperkuat persatuan nasional, stabilitas, dan integritas wilayah; serta mempromosikan kerja sama internasional untuk mendukung pembangunan dan pemeliharaan perdamaian dunia.
Afrika merupakan wilayah yang dinamis. Dari segi ekonomi, wilayah ini merupakan salah satu pasar non-tradisional Indonesia yang penting. Bahkan dengan melemahnya pasar tradisional Indonesia seperti Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang akibat perlambatan ekonomi global, Afrika semakin penting bagi ekspor produk Indonesia. Catatan Kementerian Perdagangan memperlihatkan bahwa pertumbuhan ekspor Indonesia ke Afrika mencatat prestasi fantastis: pada periode Januari-Juni 2011 tumbuh sebesar 53,6%. Meskipun demikian, belum banyak pebisnis Indonesia yang meminati pasar Afrika. Padahal dari catatan McKinsey Global Institute (MGI), pertumbuhan ekonomi Afrika akan melebihi potensi komoditasnya. Berdasarkan perhitungan MGI, akan terjadi lonjakan belanja konsumen di lima kota utama Afrika dalam 10 tahun mendatang. Lagos (Nigeria), Alexandria dan Kairo (Mesir), Cape Town dan Johannesburg (Afrika Selatan) akan diperkirakan akan mencatatkan lonjakan belanja konsumen hingga 25 miliar dollar AS pada tahun 2020.
Beberapa langkah yang telah diambil dalam rangka mengimplementasikan politik luar negeri Indonesia terhadap Afrika antara lain adalah:
1. Kontribusi Indonesia dalam Pasukan Pemeliharaan Perdamaian PBB di Mesir (UNEF-1957, 1973-1974, 1974-1979); Kongo/Zaire/RDK (UNOC-1960-1961, 1962-1963); Namibia (UNTAG-1989); Somalia (UNOSOM-1992); Mozambique (UNOMOZ-1994); Sierra Leone (1999-2002); Kongo/RDK (MONUC-2003, 2005), Sudan (UNMIS-2008-2011); Liberia (UNMIL-2003-2009)
2. Penawaran kerja sama teknik melalui Kerja Sama Selatan-Selatan terutama di sektor pertanian
3. Kerja sama teknik berupa kursus singkat melalui Kerja Sama Teknik Negara Berkembang (1993-sekarang) dari Pemri kepada negara-negara anggota GNB. Kursus singkat ini bervariasi mulai dari keluarga berencana hingga teknologi penginderaan jarak jauh.
4. Pemberian beasiswa kepada para mahasiswa Afrika untuk belajar di berbagai universitas di Indonesia. Rekam jejak menunjukkan bahwa para alumnus penerima beasiswa tersebut menjadi corong pembawa berita dan citra positif Indonesia di negara asal mereka.
5. Kursus diplomatik bagi para diplomat (tingkat madya dan utama).
6. People to people contact melalui program-program berbasis budaya seperti pengajaran bahasa Indonesia di Universitas Antananarivo, Madagaskar; dan pembangunan perpustakaan Indonesia di Cape Town, Afrika Selatan dengan bentuk bangunan tradisional Indonesia.
7. Pelaksanaan berbagai forum bisnis untuk mempertemukan dan link and match antara para pebisnis Indonesia dengan para mitra potensialnya di Afrika. Hingga saat ini tercatat beberapa forum bisnis yang telah diselenggarakan antara Indonesia dengan Ethiopia, Afrika Selatan, Kenya, Nigeria, dan Mozambique. Selain itu, untuk mengamati dan merasakan dinamika ekonomi Afrika, telah dilakukan beberapa kali safari bisnis yang melibatkan pelaku bisnis Indonesia ke Ghana, Nigeria, Benin, dan Togo.
Dengan semakin dinamisnya perkembangan di kawasan Afrika, dimana iklim demokratisasi semakin bertumbuh sejalan dengan perkembangan ekonomi yang cukup menjanjikan, maka sudah saatnya bagi Indonesia untuk terus mengeratkan hubungan dengan Afrika, dengan menerjemahkan hubungan baik dari sisi politis menjadi ikatan ekonomi yang nyata dan dapat dirasakan manfaatnya bagi kepentingan masyarakat.
Namun demikian, disadari masih terdapat tantangan dalam pengembangan hubungan ekonomi yang saling menguntungkan tersebut. Tantangan ini antara lain adalah masih adanya kerawanan keamanan di beberapa negara Afrika meskipun potensial secara ekonomi; infrastruktur yang masih kurang; basis institusionalitas seperti sistem multipartai dan liberalisasi politik yang masih baru dan rentan, masih kuatnya tarik menarik kepentingan antar klan/faksi/kesukuan dan hubungan minoritas-mayoritas yang rentan terhadap perpecahan di suatu negara.
Pengidentifikasian tantangan dalam pengembangan hubungan ekonomi antara Indonesia dan Afrika diperlukan agar Indonesia dapat memberikan dukungan bagi pengurangan hambatan dan tantangan tersebut. Indonesia dapat berbagi pengalaman dalam hal demokratisasi, multikulturalisme, penyelesaian konflik horizontal dan penguatan basis institusionalitas bagi mitranya di Afrika.
Untuk mengoptimalkan pelaksanaan polugri di wilayah Afrika, diperlukan hal-hal antara lain:
1. Peningkatan intensitas saling kunjung dan frekuensi dialog antar pemerintah, pebisnis, dan people to people dalam rangka komunikasi, memperdalam pertemanan, dan pemajuan saling pengertian.
2. Mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk meningkatkan aktivitas ekonomi dan perdagangan yang saling menguntungkan antara Indonesia dengan negara-negara Afrika, misalnya melalui pertemuan bisnis, pameran dagang, dan sebagainya.
3. Meningkatkan dan memperkuat kerja sama dengan negara-negara Afrika di PBB dan berbagai sistem multilateral lain dengan melakukan saling dukung serta terus menghimbau komunitas internasional untuk memberikan perhatian lebih kepada masalah perdamaian dan pembangunan di Afrika.
4. Saling berbagi pengalaman dalam hal kepemerintahan dan pembangunan serta memperkuat pertukaran dan kerja sama pendidikan, ilmu pengetahuan, kebudayaan, dan kesehatan.
5. Mendukung upaya-upaya negara Afrika bagi pembangunan ekonomi dan pembangunan bangsa serta upaya-upaya untuk meningkatkan pembangunan kapasitas. Indonesia diharapkan dapat bekerja sama dengan negara-negara Afrika untuk mencapai pembangunan berkelanjutan.
6. Memperkuat solidaritas dan kerja sama dengan negara-negara Afrika di forum internasional dengan melaksanakan pertukaran pandangan secara reguler; mengkoordinasikan posisi dalam berbagai isu internasional dan regional; dan dukungan kerjasama dalam berbagai isu yang terkait dengan kedaulatan negara, integritas teritorial, dan hak asasi manusia.
7. Mendukung upaya-upaya positif yang dilakukan oleh Uni Afrika dan berbagai organisasi sub regional Afrika lainnya serta negara-negara Afrika secara individual untuk menyelesaikan konflik dan menyediakan asistensi sesuai dengan kapasitas yang dimiliki.
8. Mempromosikan pertukaran dan kerja sama antara badan-badan penegak hukum dan peradilan untuk membasmi terorisme dan kejahatan transnasional.
9. Mendukung peran positif organisasi-organisasi sub regional untuk mempromosikan stabilitas politik, pembangunan ekonomi, dan integrasi di wilayah mereka dan bekerja sama dengan berbagai organisasi tersebut baik secara bilateral maupun melalui NAASP.
IV. Penutup
Afrika merupakan mitra potensial Indonesia yang penting secara politis dan ekonomi. Dengan jumlah penduduk yang besar dan sumber daya energi dan mineral yang masif, Afrika terlalu besar untuk diabaikan. Amerika Serikat, Uni Eropa, China, Brazil dan India adalah beberapa pemain besar dunia yang telah menyadari potensi dan pasar Afrika dan telah menjalin kerja sama erat dengan benua ini untuk memenuhi kebutuhan nasional mereka. Sementara Turki, Vietnam, dan Malaysia mulai memasuki pasar Afrika dengan kesadaran yang serupa dengan pemain-pemain besar dunia lainnya.
Memandang hal tersebut, sudah saatnyalah Indonesia memperluas lingkaran konsentris politik luar negerinya hingga Afrika. Afrika merupakan benua masa depan yang tak boleh diabaikan jika Indonesia ingin mencapai optimalisasi pelaksanaan politik luar negerinya dan mencapai kepentingan nasionalnya.
--Jakarta, September 2011--